Saturday 1 March 2008

Tragedi Memori di Panggung Dentuman Besar

[tanggal asli penulisan: 2008.02.29.Vendredi]







Katanya setiap orang memilikinya: sifat lupa.

Lupa. Maklum, manusia.”

Ia sudah lupa daratan!”

Apa yang dimaksud dengan lupa dalam konteks ini?

Kalau “lupa” ini dikotak-kotakkan jadi dua macam kelupaan, akan didapati jenis lupa yang sengaja dan tidak disengaja. So, arahnya jelas: yang “disengaja”, atau dengan kata lain masih dibawah kontrol kesadaran biasa disebut “khilaf”. Yang tidak disengaja, ya... yang biasa disebut dengan “lupa” itu sendiri.

Lho... kalau melihat dari pernyataan ini, “lupa” sepertinya memiliki hubungan analogis (atau malah sinonim??) dengan “kesalahan”! [Kesalahan: disengaja/tidak disengaja]

Eh? Tapi kalau orang yang “lupa” belum tentu bisa disebut “salah” kan?

Hahaha... pusing.

Bukankah lebih baik membicarakan “ingatan” daripada “lupa”? ...he? Hehehe...Lucunya, dua-duanya sama-sama masalah INGATAN!

Pusing lagi.

Hmmmhh.... apa yang bisa membuat seorang A ingat suatu kejadian, dan seorang B tidak mengingat suatu kejadian yang sama?

Jawaban yang berkali-kali kudengar dan kubaca adalah:

Keterlibatan emosi. Stimulus yang menarik (ada ‘keterikatan’ emosi, baik terpaksa/tidak) akan memicu seluruh indra dan hard disk tubuh ini untuk bekerja keras merekam momennya.

Hah! Sepertinya buatku TIDAK cukup!!

Berkali-kali tertindas, tertikam, terhempas... hingga “terangkat ke langit” dan tercerahkan... tapi tak satu memori pun yang bertahan menghadapi “Sang Labirin”.

Dimensi demi dimensi memang termanifestasi... tapi semua harus dimulai dari NOL BESAR!! Ketika sebuah bangunan agung terwujud mantap, saat itu pula ia harus dihancurkan. Satu batu-bata terakhir menjadi penanda keruntuhannya, sekaligus lahirnya bangunan baru. Tapi kuakui, bangunan yang baru memang selalu LEBIH BAIK yang sebelumnya.



Sama persis seperti konsep Nirmana 3D. Semua bermula dari elemen, modul. Sedikit ‘pelipatan’ akan berdampak pada seluruh struktur, sesederhana apa pun itu. Perubahan tingkat dari satu dimensi ke dimensi labirin lainnya bagaikan semesta yang mencapai titik kulminasi keseimbangannya, tapi lalu mengerut, runtuh, seluruh entitas materinya, kemudian lahir kembali dengan struktur dan sistem yang berbeda di setiap elemennya. Ya. Dentuman Besar.




Di saat-saat kritis itu, perbedaan antara “lupa” dan “ingat” sangat tipis.

Aku sempat lupa bahwa aku ada.

Aku sempat lupa bahwa semesta masih terus berjalan.

Aku sempat lupa bahwa perjalananku sudah sangat jauh.

Aku sempat lupa bahwa aku memiliki segala yang kubutuhkan DAN kuinginkan.

Aku sempat lupa bahwa aku punya impian dan masa depan.

Aku sempat lupa bahwa aku hanya manusia.

Aku sempat lupa bahwa aku tidak tahu.

Aku sempat lupa bahwa aku percaya Tuhan.

Aku sempat lupa bahwa aku punya Tuhan.


Hobiku mencatat ‘the clues’ dalam binder disaat “Semestaku” meledak tidak banyak gunanya. Otakku mengingatnya, tapi jantungku tidak mau bekerja sama. Aku putus asa melihat sekitarku, kamarku, benda, karya, buku – berharap agar apa yang kumiliki bisa menyatakan identitasku. Tapi aku tetap HILANG.

Padahal saat menulis setiap ‘petunjuk’, emosi selalu terlibat, dan aku yakin itulah yang mengubahku sekarang. Berkat emosi, aku tidak memperlakukan ‘petunjuk-petunjuk’ itu seperti koleksi perangko, yang hanya dikumpulkan tanpa difungsikan. ‘Petunjuk’ sekecil apapun akan membuatku ‘menangis’, karena saat itu aku tahu persis, Allah berbicara padaku, langsung. Dia, Sang Pemberi Petunjuk, menuntunku menuju labirin akan pemahaman misteri kehidupan. Aku bertanya, Dia Menjawab. Aku mencari, exhausted, Dia selalu Memberikan.

Tapi saat bangunan jiwa menuntaskan puzzle terakhirnya, aku lupa semuanya. Semuanya!!

Bayangkan... setelah semua ini... permainan pencarian ini... setiap puzzle, setiap teka-teki yang terjawab, setiap pintu yang terbuka... !!

Memang, misalnya saat Big Bang X sudah terlewati dan dimensi baru sedang dalam proses pembentukan, aku tidak kembali ke status Big Bang I. Dari nol, langsung melompat ke sepuluh. Tapi... apa jadinya kalau aku mati saat status nol? Saat yang... mungkin aku tidak percaya Tuhan??!!

Pernah baca, katanya jantung punya sel-sel saraf sendiri. Dengan kata lain, dalam hal-hal tertentu, jantung bisa ‘berpikir’. Menurutku, ini sebenarnya menjelaskan: mengapa emosi berkaitan dengan jantung a.k.a “hati” (tentang transformasi istilah ini pun ada sejarahnya, tapi LUPA). Ada indikasi keterkaitan jantung dengan otak karena memiliki sebuah elemen yang sama, meskipun porsinya beda. Aku menyimpulkan, ketika ada keterkaitan, disitu harus ada sinergi. Artinya... jantung dan otak harus bekerja sama....

Eh?.... tapi secara keseluruhan, tubuh manusia memang adalah sebuah desain...!! Desain... berarti ketidaksia-siaan. Juga seperti lagu. Setiap not, tanda diam, pergantian tanda nada, aksen, tekanan, tinggi rendah, gabungan antar nada, ekspresi decrescendo dan crescendo, kecepatan, irama, nuansa.... tidak hitam-putih. Semua satu semata, sebuah lagu, hasil dari sinergi unsur-unsur berbeda.

Bila Anda percaya seperti yang saya percayai, bahwa seluruh alam semesta ini berhubungan dari tingkat yang terdangkal hingga yang terdalam, termasuk hubungan analogikal, tubuh manusia pun tidak ada bedanya dengan simfoni. Diri kita terdiri dari elemen-elemen yang saling bersinergi membentuk suatu entitas keutuhan yang lebih besar.

Bahkan aku baru INGAT sekarang: sepotong gigi berlubang bisa menimbulkan koreng pada kaki! (pengalaman ;) )

Lho! Tapi... itu artinya satu sakit yang lainnya sakit. Kalau begitu kenapa satu ingat lainnya tidak ingat?? Kenapa saat Dentuman Besar, otakku tahu... tapi jantungku tidak tahu???

Kalau dipikir lagi sebenarnya itu sangat aneh, karena pada saat kritis biasanya semua kembali pada insting, bukan sebaliknya! Urutannya, seperti yang pernah kubaca: insting (perut), perasaan (jantung), pikiran (otak). Apa dalam kasusku pertahanan terakhir adalah otak? Otak kiri?? (aku bisa merasakannya... nah lho! meRASAkannya!!)

Atau.... jangan2 pertanyaan ini hanya buang-buang waktu... hanya karena aku TIDAK TAHU hakikat cara kerja sama otak-jantung yang sebenarnya??

Tuh, kan... saat ini pun, aku sempat lupa bahwa aku tidak tahu!

So... apa artinya lupa?

Apakah untuk mengingat sesuatu, pikiran dan perasaan harus bekerja sama? Ya. Pertanyaannya adalah: BAGAIMANA??

Kenapa dalam kasusku jantung pergi disaat-saat kritis??

Apa pula peran insting dalam kasus ini?? ... apakah unsur ini adalah salah satu potongannya? Sebuah puzzle yang LUPA kusertakan???

Lho.... aaaahahahhahahaha........!!!!

Barusan baru INGAT, bahwa aku LUPA bahwa disaat-saat kritis, semua paradoks hanya terpisah selembar tabir tipis. Lupa-ingat, jatuh-bangun, jauh-dekat, pulang-pergi, memberi-menerima, bergerak-diam, takut-berani, cinta-benci, rindu-dendam...

Hmm..hm-hm-hm-hm-hm.... (tertawa depresif-inspiratif-sinis-bodoh)

Benarkah jantungku meninggalkanku? Atau justru bangunan jiwaku tidak cukup tegar untuk HADIR, meRASAkan kedahsyatan si PERASAAN???!!

................


Hmmhh... (bukan keluhan, lho!) sebenarnya, pemicu “puzzle” diatas adalah JAWABAN dari Sang Pemberi Petunjuk atas “puzzle”ku yang sebelumnya... yang tidak akan sanggup kutuliskan dalam bahasa verbal karena hanya Sang Desainer yang bisa mengertiku, utuh. Dia menjawabku “langsung”. Let’s say, “puzzle A” leads to “puzzle B”.

Meskipun masih dalam proses, ada satu potongan yang kudapat untuk menyelesaikan puzzle “Lupa-Ingat” ini:

Aku INGAT, bahwa aku TAHU...

Polanya sama. Untuk menuju dimensi yang lebih tinggi, dimensi yang lebih rendah harus dikorbankan. Disaat keseimbangan runtuh, saat itu pula pola keseimbangan baru terbentuk. Much more intricate & magnificent!!

Satu Dentuman Besar akan selalu terbayar dengan satu dimensi. Satu dimensi berarti satu langkah besar akan pemahaman terhadap kehidupan. Satu fragmen pemahaman adalah satu potongan puzzle menuju hakikat hidup.

Lalu sekarang aku ingat persis: aku TIDAK PERNAH TIDAK SELAMAT dalam melewati gejolak setiap Dentuman Besar. Ujian, dalam konteks apapun, selalu dirasa sulit, sampai berhasil terlewati.

Yah.... potongan diatas setidaknya bisa menjadi pijakan dalam badai dimensi.




Jadi, ekstrak dari “puzzle B”:

Benarkah pola lupa-disaat-kritis ini normal? Termasuk lupa pada Sang Pencipta Dimensi??

Haruskah seseorang “lupa diri” disaat kritis, dalam tingkat yang praktikal?

Mungkinkah “memori ideologis” bisa bertahan dalam Dentuman Besar? Bisakah ia...

Eeehhhh??? Lho? Lho?? Lho...???


Baru INGAT lagi... semua Dentuman Besar hakikatnya adalah perubahan dimensi. Perubahan dimensi terjadi karena pembukaan pintu demi pintu, pemecahan misteri demi misteri. Pemecahan satu misteri digunakan sebagai basis kunci misteri berikutnya. Dengan kata lain, semua kunci HARUS DISIMPAN!! Hahahahahahahaaaaaaa.....!!!!

Basis Dentuman Besar itu sendiri adalah MEMORI, susunan pertanyaan dan jawaban yang membentuk bangunan jiwa!!

Memori memang “tidak bertahan ditempat”, tapi tidak berarti hancur berkeping-keping menjadi chaos. Bangunan jiwa yang meledak, memori berpencar, mengubah struktur dan sistemnya dalam tingkat kuantum... aku membayangkan, mereka terpecah, terombang-ambing antara materi dan energi, berputar-putar disekelilingku hampir secepat cahaya – tak terlihat jelas karena dahsyatnya. Hanya ada angin materi-energi, yang tidak mengizinkan apapun, tidak pula KESADARANku, untuk menghalanginya.

Aku akan bertindak sama seperti ketika topan pasir Khamsin menyerang pengembara gurun: diam ditempat, sampai semua berlalu. Bergerak hanya memperparah keadaan!




Kalau begitu, wajar saja aku sempat ‘tersesat’.... aku belum sanggup menguasai kesadaranku. Lagipula... kesadaran itu APA? hmmm...? hmmm...?? hmmm...?! hmmm...??! hmmm...?!! hmmmmmm...???!!

Oh-oh...... “puzzle C” sudah muncul!!

Tapi masih ada dua pertanyaan “puzzle B” yang tersisa:

Benarkah pola lupa-disaat-kritis ini normal? Termasuk lupa pada Sang Pencipta Dimensi??

Haruskah seseorang “lupa diri” disaat kritis, dalam tingkat yang praktikal?

hmmm...?

Bagaimana dengan analogi topan pasir Khamsin itu? Tepatkah?? Sepertinya memang tepat – saat ini.

Oh! Hampir LUPA, ada istilah yang rasanya dekat dengan “Big Bang”: SUPERNOVA!! Kelahiran Bintang...!!

hmmm...??

hmmm...?!

I’ll finish these puzzles in my head... and heart.

hmmmmmm...




















  




NB:

Buat yang membaca tulisan ini,

Pasti ga ngerti! Baguslah!!

 


0 comments:

Post a Comment