These are sketches of my days from 7-13 Nov for SEVEN - Draw Your Days 2011 event.
Wednesday, 16 November 2011
Thursday, 28 April 2011
Cara Instan Belajar Gitar ala moi!
Awalnya saya sama sekali ga suka, karena image-nya udah jelek di mata saya - kalo ingat gitar pasti ingat pengamen, suara standar lagu standar. Lagipula, saya sudah 'terkontaminasi' piano dan gaya musik romantiknya Chopin. Tapi suatu hari tiba-tiba terpikir, kalo saya nanti beneran bakal backpacking keliling dunia, pasti susah nyari piano. Alat musik apa yang praktis tapi juga ekspresif? Gitarlah yang pertama muncul di kepala saya.
Saya membayangkan, di perjalanan mungkin saya bertemu orang lain yang searah tujuannya.. dan bukan tidak mungkin ada diantara orang-orang itu yang bawa gitar! Haha.. lalu saya pinjam deh gitarnya barang semalam, menyendiri disuatu spot, lalu nggenjreng-nggenjreng sendirian, di suatu malam yang cerah, menghadap bulan, mengekspresikan epik perjalanan saya. Wuiihh!
Tapi impian saya sebenarnya terkait dengan gitar bisa dibilang tidak realistis: hanya saya, ransel, unta, dan gitar saya di sebuah gurun pasir.. malam hari, full moon.. disekitar saya tidak ada manusia.. bagai sebuah diorama 'life is an illusion' - hampa, segala sesuatu just come and go, gundukan pasir yang terus berubah bentuk, fatamorgana (kalo siang), aura kematian mendominasi (oasis, simbol kehidupan, jumlahnya sangat sedikit).. saya memainkan lagu "Blue Caravan" by Vienna Teng [link].. dibagian klimaks lagu, angin gurun berhembus lebih kuat, seolah melolong, membawa suara saya ke negeri-negeri yang jauh, menggemakan nyanyian jiwa saya ke seluruh alam semesta..
Whoa ke gurun bawa-bawa gitar? Mendingan bawa jerigen air kalee! Selain itu, saya pernah baca buku Intisari edisi khusus, "True Desert Adventures," kalo suhu di gurun pada malam hari drop abis, seorang petualang di buku itu cerita, bahkan ia ga bisa menggerakkan pensil untuk menulis saking dinginnya! (Boro-boro main gitar!) Anyway, in case my dream comes true (siapa tau nanti ada yang menemukan gitar lipat super ringan dan baju super hangat.. dan saya punya banyak rezeki untuk membeli semua itu XD), ga ada salahnya saya belajar dari sekarang, hehe..
Based on my experience, I found that rule number one if you really want to learn something is to love what you'll learn. Jadi, dalam proses yang masih mencari-menghafal-'menekan'-menggenjreng akor yang bikin pegal dan kapalan, saya melakukan semua itu sambil membayangkan indahnya impian saya ketika terwujud, membayangkan gimana rasanya saat saya sudah expert - the desert-guitar experience. Somehow that makes me sure that in the end, I can finally master the guitar. Begitu juga dengan latihan menyanyi, saya membayangkan suara saya nanti mempunyai kekuatan 'mistis' yang membuat seluruh alam semesta terdorong untuk membantu saya dalam perjalanan saya, hahaha!
Next trick, saya hanya mempelajari akor-akor untuk lagu-lagu yang akan saya mainkan di gurun nanti, so it'll maintain the learning spirit. Jadi saya ga belajar akor-akor dasar seperti C, F, G dkk, tapi langsung ke D, Gm, Fm, Ab, Cm, etc karena lagunya menuntut itu. Menurut saya, mungkin karena saya baru benar-benar pertama kali belajar, akor-akor itu sebenarnya sama saja derajat kesulitannya. C tidak lebih mudah dari Bb, dst. Kelancaran berpindah atau 'menekan' akor hanya masalah kebiasaan.
Saya membayangkan, di perjalanan mungkin saya bertemu orang lain yang searah tujuannya.. dan bukan tidak mungkin ada diantara orang-orang itu yang bawa gitar! Haha.. lalu saya pinjam deh gitarnya barang semalam, menyendiri disuatu spot, lalu nggenjreng-nggenjreng sendirian, di suatu malam yang cerah, menghadap bulan, mengekspresikan epik perjalanan saya. Wuiihh!
Tapi impian saya sebenarnya terkait dengan gitar bisa dibilang tidak realistis: hanya saya, ransel, unta, dan gitar saya di sebuah gurun pasir.. malam hari, full moon.. disekitar saya tidak ada manusia.. bagai sebuah diorama 'life is an illusion' - hampa, segala sesuatu just come and go, gundukan pasir yang terus berubah bentuk, fatamorgana (kalo siang), aura kematian mendominasi (oasis, simbol kehidupan, jumlahnya sangat sedikit).. saya memainkan lagu "Blue Caravan" by Vienna Teng [link].. dibagian klimaks lagu, angin gurun berhembus lebih kuat, seolah melolong, membawa suara saya ke negeri-negeri yang jauh, menggemakan nyanyian jiwa saya ke seluruh alam semesta..
Whoa ke gurun bawa-bawa gitar? Mendingan bawa jerigen air kalee! Selain itu, saya pernah baca buku Intisari edisi khusus, "True Desert Adventures," kalo suhu di gurun pada malam hari drop abis, seorang petualang di buku itu cerita, bahkan ia ga bisa menggerakkan pensil untuk menulis saking dinginnya! (Boro-boro main gitar!) Anyway, in case my dream comes true (siapa tau nanti ada yang menemukan gitar lipat super ringan dan baju super hangat.. dan saya punya banyak rezeki untuk membeli semua itu XD), ga ada salahnya saya belajar dari sekarang, hehe..
Based on my experience, I found that rule number one if you really want to learn something is to love what you'll learn. Jadi, dalam proses yang masih mencari-menghafal-'menekan'-menggenjreng akor yang bikin pegal dan kapalan, saya melakukan semua itu sambil membayangkan indahnya impian saya ketika terwujud, membayangkan gimana rasanya saat saya sudah expert - the desert-guitar experience. Somehow that makes me sure that in the end, I can finally master the guitar. Begitu juga dengan latihan menyanyi, saya membayangkan suara saya nanti mempunyai kekuatan 'mistis' yang membuat seluruh alam semesta terdorong untuk membantu saya dalam perjalanan saya, hahaha!
Next trick, saya hanya mempelajari akor-akor untuk lagu-lagu yang akan saya mainkan di gurun nanti, so it'll maintain the learning spirit. Jadi saya ga belajar akor-akor dasar seperti C, F, G dkk, tapi langsung ke D, Gm, Fm, Ab, Cm, etc karena lagunya menuntut itu. Menurut saya, mungkin karena saya baru benar-benar pertama kali belajar, akor-akor itu sebenarnya sama saja derajat kesulitannya. C tidak lebih mudah dari Bb, dst. Kelancaran berpindah atau 'menekan' akor hanya masalah kebiasaan.
Friday, 15 April 2011
Jalan-Jalan ala Tipe 5: Villa Istana Bunga, Bandung
Sebagai seorang tipe 5 dalam enneagram, saya punya semacam innate reluctance untuk kongkow-kongkow. We type 5 indeed lack of herding instinct. Jadi inilah salah satu cara saya menghibur diri, dalam rangka memproduksi gelombang alpha dalam otak saya: jalan-jalan sendirian ke tempat yang relatif aman.. dan full privacy (populasi manusia a.k.a 'vampir' sangat jarang - saya memang bukan manusia, saya alien ;D )!
Tempat yang saya ingat dulu pernah saya lewati saat kemping di Bandung adalah Villa Istana Bunga, di ujungnya ada semacam tempat kemah dan outbond, kalo ga salah CIC. Tapi bagi saya saat ini yang hanya punya sedikit tenaga fisik, jalan-jalan di perumahannya juga sudah cukup.
Dari kosan saya naik angkot Caheum-Ledeng ke terminal ledeng 2.500, lalu saya terusin dari Ledeng ke terminal Parongpong 3.500 yang ngetem sampe 1/2 jam. Btw, saya sempet terpaksa nyobain WC umum di 2 terminal itu, karena jalan-jalan tentu akan lebih enak kalau 'kantong' kosong ;P Lagian, di dalam perumahan nanti ga ada WC umum lho, better save than sorry.
So saya masuk ke perumahan Villa Istana Bunga, sambil ndengerin lagu-lagu inspiratif di mp3 player saya thru headphone.
Tempat yang saya ingat dulu pernah saya lewati saat kemping di Bandung adalah Villa Istana Bunga, di ujungnya ada semacam tempat kemah dan outbond, kalo ga salah CIC. Tapi bagi saya saat ini yang hanya punya sedikit tenaga fisik, jalan-jalan di perumahannya juga sudah cukup.
Dari kosan saya naik angkot Caheum-Ledeng ke terminal ledeng 2.500, lalu saya terusin dari Ledeng ke terminal Parongpong 3.500 yang ngetem sampe 1/2 jam. Btw, saya sempet terpaksa nyobain WC umum di 2 terminal itu, karena jalan-jalan tentu akan lebih enak kalau 'kantong' kosong ;P Lagian, di dalam perumahan nanti ga ada WC umum lho, better save than sorry.
So saya masuk ke perumahan Villa Istana Bunga, sambil ndengerin lagu-lagu inspiratif di mp3 player saya thru headphone.
Subscribe to:
Posts (Atom)